(Review ) Uang Panai , Selegit Film Komedi Thailand????

25 Agustus 2016 menjadi tanggal yang  ditunggu-tunggu oleh masyarakat terkhusus di Makassar. Film uang panai-maha(L)R menuai minat yang begitu tinggi hingga hari ke enam pemutaran, kursi-kursi bioskop meluber, tak tertampung, antrian panjang, berdesak-desakan kayak bagi uang panai  gratis (di Makassar lohye).

Saya sebenarnya terbilang jarang ke bioskop untuk menonton film indonesia, hanya film-film yang lagi “heboh” atau setidaknya kalau memang lagi butuh hiburan paling nonton film hollywood, kalau gak ada duit biasa streeming di WWW.Layarkaca21.tv yang menyediakan film-film terupdate. Terakhir nonton film indonesia itu judulnya Single (Raditya dika) yang juga saya rasa kurang puas oleh leluconnya, entah selera komedi saya yang tinggi, saya yang tidak peka, atau mungkin genre komedi yang kurang cocok, entah. Setelah lumayan lama, akhirnya Uang Panai The Movie mampu membawa saya menginjakkan kaki di bioskop.

Terakhir kali saya bisa tertawa ngakak menonton film indonesia adalah Demi Ucok (2012, Lumayan lama) yang disajikan secara natural dan cerdas, Film indonesia dengan genre komedi memang kurang nampol bagi saya karena biasanya bertumpu pada aksi-aksi “lebay” yang mengandalkan karakter komedian supaya layak ditertawakan, padahal tidak, padahal garing, padahal bikin boring.

Sinopsis film:

 "Uang Panai' = Maha(r)l"  bercerita tentang Anca (Ikram Noer), pemuda Bugis-Makassar, baru saja kembali dari perantauan. Tanpa sengaja ia dipertemukan kembali dengan mantan kekasihnya Risna (Nur Fadillah). Benih-benih cinta akhirnya muncul kembali. Tidak ingin kehilangan Risna untuk kedua kalinya, Anca berniat mempersunting Risna.

Namun niat Anca terbendung oleh syarat pernikahan secara adat: Uang Panai dalam jumlah yang cukup fantastis. Perjuangan Anca pun dimulai. Dia dibantu kedua sahabatnya Tumming dan Abu, yang sering memberi ide kocak dan absurd.

Di tengah perjuangan Anca mengumpulkan Uang Panai, hadir Farhan (Cahya Ary Nagara), sahabat Risna yang baru pulang dari luar negeri. Ayah Farhan yang juga sahabat Ayah Risna, berniat menjodohkan Farhan dan Risna. Anca tertekan. Dia memerlukan waktu untuk mengumpulkan Uang Panai'. Risna khawatir Anca akan meninggalkannya seperti sebelumnya. Keluarga Risna tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi.

Uang Panai, Sineas muda makassar cukup jeli melihat isu sosial yang mencuat di masyarakat. Uang panai sejatinya adalah bentuk penghargaan “lebih” mempelai pria terhadap wanita yang hendak di nikahi, namun banyak pihak beranggapan besaran uang panai terasa mencekik para bebujang daeng-daeng, terlalu tinggi dan jadi ajang pamer sehingga melenceng dari esensinya. Beberapa ukuran tingkat tinggi-rendahnya uang panai di dasarkan pada “ Paras, Tingkat pendidikan,  Status di masyarakat, dan Keturunan”, nah bagi yang punya gebetan orang sini dengan klasifikasi: Cantik, pendidikan S3, haji lagi, keturunan bangsawan juga, kaya raya tommi, yah siap-siap merogoh kocek paling dalam hingga kering. Tapi  tidak semua disini seperti itulah, tapi hampir semua Hhahahahaa..

Status Uang Panai sebagai “Film Daerah” saya pikir sudah dikemas cukup baik, walau saya masih merasa ada yang Klise,  scene-scene bagian drama tidak cukup terbantu oleh kekuatan akting, saya merasa ada yang mengganjal dan cenderung tak terlalu menikmati di satu dua adegan drama seriusnya, berbeda ketika adegan komedi yang begitu para cast nikmati dan natural enjoynya, lalu penuturan mengenai “pesan moral dan bagaimana” Uang Panai saya rasa disampaikan terlalu hati-hati dan cenderung lama. Namun terlepas dari itu, Penataan Kamera rupaya dapat menyamankan kursi saya selama 2 jam, bumbu komedi aksi konyol banyolan ala Amril Nuryan dan Halim Gani Safia (Si Penulis naskah) mampu membuat saya bisa merasakan tertawa lepas lagi menonton film indonesia tanpa keraguan dari awal film, lewat keluguan Tumming dan Abu yang memang terkenal dan sudah menjadi Pop comedy tren di makassar membuat saya menunggu scene mereka “Wah kapan nih Tumming Abu muncul lagi”

Akhirnya, Uang Panai sangat saya rekomendasikan jika ingin menikmati komedi yang diperbarui, Tumming Abu dengan ceplas-ceplosnya, muka pengen ditaboknya, mampu membuat saya lepas kendali tak mampu menahan tawa. Terlepas dari itu, Apakah Komedi dalam Uang Panai bisa dinikmati oleh masyarakat umum (Luar Sulawesi) mengingat penggunaan bahasa dan logat dalam film ini menggunakan kedaerahannya, Bugis makassar? Apakah Uang Panai selegit menonton film komedi ala Thailand, yang meski kita tak mengerti bahasa logatnya dan hanya berpaku pada subtitle tapi tetap bisa dinikmati oleh publik? Rasakan sendiri, Ayok Ke Bioskop!

Rating dari saya: 6.5 /10