TUGAS : MANAJEMEN INFORMASI
KESEHATAN (MIK)
DOSEN : Prof. DR. H. Indar, SH,
MH.
PERBANDINGAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK DAN TINDAKAN KEDOKTERAN
OLEH
Hamsah
1303117
D-III
REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
STIKES
PANAKKUKANG MAKASSAR
TAHUN
AJARAN 2014/2015
LATAR BELAKANG
Peraturan
menteri kesehatan mengatur tentang apa-apa yang berkaitan dengan hal-hal
kesehatan, salah satunya mengatur tentang persetujuan tindakan medis . Tindakan
medis dalam dunia kesehatan sangat penting bagi dokter maupun pasien atau
keluarga pasien, persetujuan sebelum melakukan tindakan medis sangat diperlukan
karena menyangkut resiko yang akan diterima oleh si pasien.
Mengenai
persetujuan tindakan medis telah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
585/Men.Kes/per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medis. Peraturan tersebut
telah berlaku hingga munculnya peraturan baru tentang hal serupa yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang persetujuan
tindakan kedokteran, yang kemudian membuat peraturan terdahulu yakni peraturan
menteri kesehatan Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 dinyatakan tidak berlaku.
PERMENKES
NO.585 TAHUN 1989 DAN PERMENKES NO.290 TAHUN 2008
Didalam pasal 1 (a)
Permenkes Nomor 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik menetapkan
bahwa:
“Persetujuan Tindakan Medik (informed
consent ) adalah persetujuan yang diberikanoleh pasien atau keluarganya
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut”.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 PerMenKes Nomor 290 Tahun 2008:
”Persetujuan tindakan
kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien”.
Dilihat dari kedua
pengertian diatas, pengertian persetujuan tindakan kedokteran lebih terkhusus
kepada tindakan yang akan dilakukan oleh dokter tidak seperti pengertian umum
tentang tindakan medik yang hanya menjelaskan tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien.
Berlanjut kepada berbagai aturan persetujuan tindakan medik, berdasarkan
PerMenKes Nomor 585 Tahun 1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik antara lain :
1. Semua tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan(Pasal 2 ayat (1)).
2. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan (Pasal 2 ayat
(2)).
3. Persetujuan diberikan setelah
pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunyatindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya
(Pasal 2 ayat (3)).
4. Bagi tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan
persetujuan tertulisyang
ditandatangani oleh yang hendak memberikan persetujuan (Pasal 3 ayat (1)).
5. Persetujuan lisan
berlaku bagi tindakan medik yang tidak
termasuk dalam tindakanmedik yang
mengandung risiko tinggi (Pasal 3 ayat (2).
6. Informasi tentang tindakan medik
harus diberikan oleh dokter, dengan informasi yang selengkap-lengkapnya, keculai bila dokter menilai bahwa informasi
yang diberikan dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak
diberikan informasi (Pasal 4 ayat (1) dan (2)).
7. Dalam hal informasi tidak bisa diberikan kepada pasien maka dengan
persetujuan pasien dokter dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat
dengan didampingi seorang perawat/ paramedis sebagai saksi (Pasal 4 ayat (3)).
Aturan
diatas juga tercantum didalam PerMenKes Nomor 290 tahun 2008, dan kemudian ada penambahan aturan yang tidak
tercantum didalam PerMenKes Nomor 585
Tahun 1989, antara lain sebagai
berikut :
1. Keputusan untuk melakukan
tindakan kedokteran
Dalam keadaan gawat darurat,untuk menyelamatkan
jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan
tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran
dan diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat didalam rekam medik serta wajib
memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasiensetelah
pasien sadar atau kepada keluarga terdekat. ( Pasal 4 ayat (1), (2) dan (3).
2. Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugathukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakankedokteran
yang mengakibatkan kerugian pada pasien ( Pasal 6 )
Tentang siapa yang berhak
untuk memberikan persetujuan terhadap tindakan medik dokter, telah diatur dalam pasal 8 Permenkes No.585/1989, yakni:
1. Persetujuan diberikan oleh
pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadardan sehat mental
2. Pasien
dewasa sebagaimana yang dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun atau telah
menikah.
3. Bagi
pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang
tuanya berhalangan hadir, persetujuan (Persetujuan Tindakan
Medik) atau Penolakan TindakanMedik diberikan oleh mereka
yang menurut urutan hak
sebagai berikut:
a) Ayah/ibu
adopsi
b) Saudara-saudara kandung
c) Induk
semang
Selanjutnya pada pasal 9 Permenkes No.585 tahun 1989, menyatakan:
1. Bagi
pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatele) persetujuan diberikan:
a) Wali
b) Curator
2. Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental,
Persetujuan Tindakan
Medik atau Penolakan Tindakan
Medik diberikan oleh rnereka menurut urutan
hak sebagai berikut:
a) Ayah/ibu
kandung
b) Wali yang sah
c) Saudara-saudara kandung
3.Bagi pasien
dewasa yang telah menikah/orang tua , persetujuan atau penolakan tindakanmedik diberikan oleh mereka menurut urutan hal tersebut:
a) Suami/isteri
b) Ayah/ibu kandung
c) Anak-anak kandung
d) Saudara-saudara
kandungAturan yang diatur dalam Pasal 8 dan 9 PerMenKes Nomor 585 Tahun
1989 tersebut kemudian dipertegas di dalam PerMenKes Nomor 290 tahun 2008
dalam pasal 12 dan 13 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 12
(1)
Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten, atau oleh wali, ataukeluarga terdekat
atau pengampunya.
(2)
Persetujuan yang diberikan oleh pasien yang tidak kompeten atau diragukan kompetensinya tetap dianggap
sah atau dapat dibatalkan oleh wali, keluarga terdekat atau pengampunya.
Pasal 13
(1)
Pasien dianggap kompeten berdasarkan usianya apabila:
a.
Pasien dewasa, yaitu telah berusia
21(duapuluh
satu) tahun atau telah/pernahmenikah.
b. Pasien telah berusia
18 tahun, tidak termasuk anak berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(2) Berdasarkan kesadarannya
:
a. Pasien dianggap kompeten apabila pasien tersebut tidak terganggukesadaran
fisiknya, sehingga mampu
berkomunikasi secara wajar danmampu
membuat
keputusan
secara bebas.
b. Pasien dapat kehilangan kompetensinya untuk sementara waktuapabila
mengalami
syok, nyeri yang sangat atau kelemahan lain akibat keadaan sakitnya.
(3) Berdasarkan kesehatan mentalnya:
a. Pasien dianggap kompeten
apabila pasien tersebut tidak mengalami kemunduran
perkembangan(retardasi
mental) dan tidak mengalami penyakit mental yang membuatnya
tidak mampu membuat keputusan secara bebas.
b. Pasien dengan
gangguan jiwa (mental) dapat dianggap kompeten, apabila dia masih mampu memahami informasi, mempercayainya,mempertahankannya,
untuk
kemudian
menggunakannya dalam membuatkeputusan yang bebas.
(4) Kompetensi pasien harus
dinilai oleh dokter pada saat diperlukan persetujuannya dan apabila
meragukan maka harus ditentukan oleh tim dokter yang kompeten.
Adapun tentang ketentuan pada situasi khusus hanya
diatur dalam PerMenKes Nomor 290 Tahun 2008yakni dalam pasal 14 sampai
pasal 17 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 14
(1)
Salah satu dari orang tua atau wali pasien anak dapat memberikan persetujuan atas tindakan
kedokteran yang akan dilakukan pada pasien anaktersebut demi kepentingan terbaiknya.
(2) Penolakan
tindakan kedokteran yang diberikan oleh orang tua atau
wali pasien anak yang dapat mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang permanen(irreversibel) pada
pasien anak tersebut dapat dibatalkan oleh pengadilan.
Pasal 15
(1) Seseorang dengan gangguan jiwa/mental
yang mengakibatkannya tidakkompeten
dapat dimasukkan ke rumah
sakit untuk dirawat inap tanpa persetujuan yang
bersangkutan
dalam rangka pengobatan gangguan jiwanya.
(2)Tindakan
kedokteran yang akan diberikan kepada pasien yang dimaksud pada ayat (1)dapat
diberikan dengan persetujuan keluarga terdekatnya
Pasal 16
(1) Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholdinglife
support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
(2)Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim
dokter yang bersangkutan.
(3)Persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan secara tertulis.
Pasal17
Dalam hal tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah
dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan
masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan
kedokteran tidak diperlukan.
Dalam
PerMenKes Nomor 290 Tahun 2009 juga mengatur tentang pembinaan dan pengawasan
yang mana aturan ini tidak diatur dalam PerMenKes Nomor 585Tahun
1989, yakni sebagai berikut :
Pasal 20
(1) Menteri, Dinas
Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melakukan pembinaan dan pengawasan dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai
kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, melindungi
masyarakat dan untuk kepastian
hukum.
Pasal 21
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, setiap dokter atau dokter gigi
atau tenagakesehatan
lainnya yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam
peraturan menteri ini dapat dikenakan sanksi administratif mulai dari
teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin
Praktik.
Beberapa aturan yang hanya terdapat pada PerMenKes Nomor 290
Tahun 2008 tersebut semakin menegaskan bahwa PerMenKes Nomor 290 Tahun
2008 adalah bentuk peraturan baru yangmenyempurnakan peraturan terdahulu yakni
PerMenKes Nomor 585 Tahun 1989.
iya sama sama raquell
BalasHapus